PENGARUH
MODERNISASI TERHADAP AGAMA DAN BUDAYA
DALAM SUATU KELUARGA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah :Antropologi
Dosen Pengampu : Ahmad Faqih.S.Ag.M.Si
Disusun
Maelina (13131100 2)
Sukmawati
Maghfurina Hasyim (131311013)
Teguh
Hariyadi (131311018)
Munasir (091311025)
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
WALISONGO
SEMARANG TAHUN
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Agama,
Budaya dan modernisasi adalah hal yang saling
terkait satu sama lain. Budaya akan berkembang seiring dengan modernisasi yang semakin maju sesuai dengan perkembangan zaman.
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi ( budi atau akal ) diartikan sebagai hal-hal
yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan
disebut culture, yang berasal dari kata Latin
Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan Jadi makna Budaya dapat diartikan
sebagai suatu cara yang berkembang di
kalangan masyarakat dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan
diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang
rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat
istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Sedangkan Agama
sendiri berfungsi sebagai benteng atau pedoman hidup bagi setiap manusia. Dengan demikian agama akan membimbing
manusia mencapai realitas yang tertinggi.
Namun yang perlu kita perhatikan
saat ini, kemajuan pesat teknologi, sistem pasar bebas, hedonisme sudah
mendunia dan seolah tidak bisa dihindarkan. Terutama yang perlu kita perhatikan
dengan adanya sekularisasi ini maka semakin merosotnya moral budaya dan agama kita sendiri . Proses kemajuan yang
diinginkan moderniasasi malah semakin memisahkan manusia dengan manusia
(dehumanisasi), manusia dengan budayanya manusia dengan Tuhannya atau agamanya.
Dalam hal inilah kemudian modernisasi perlu dikritisi, Apakah Modernisasi
tersebut dapat mempengaruhi Agama dan Budaya dalam suatu Keluarga.
1.2
Rumusan
Masalah
a. Budaya
apa yang masih dilakukan oleh keluarga Bapak Fadlolan ?
b. Bagaimana
pelaksanaan dan makna budaya keluarga Bapak Fadlolan ?
c. Apa
sajakah makna dan unsure-unsur agama
dalam tradisi budaya tersebut ?
d. Apa
makna yang terkandung dalam unsur-unsur agama yang terdapat
pada tradisi budaya keluarga bapak Fadlolan ?
e. Apakah
ada dukungan dari masyarakat setempat terhadap pelaksanaan budaya tersebut ?
f.
Apakah moderniasi dapat
mempengaruhi agama dan budaya ?
g. Apakah
pesan Bapak Fadlolan kepada Mahasiswa ?
1.3
Tujuan
a. Mengetahui
budaya apa yang masih dilakukan oleh keluarga Bapak Fadlolan.
b. Mengetahui
bagaimana pelaksanaan dan makna budaya keluarga Bapak Fadlolan .
c. Mengetahui
apa sajakah makna dan unsure-unsur agama dalam tradisi budaya tersebut .
d. Apa
makna yang terkandung dalam unsur-unsur agama yang terdapat pada tradisi budaya keluarga
bapak Fadlolan ?
e. Mengetahui
apakah ada dukungan dari masyarakat setempat atas pelaksanaan budaya tersebut .
f.
Mengetahui apakah
moderniasi dapat mempengaruhi agama dan budaya .
g. Mengetahui
pesan yang disampaikan Bapak Fadlolan kepada Mahasiswa.
1.4
Metode
Penelitian
Metode
penelitian yang digunakan adalah metode observasi partisipan dngan teknik
wawancara yang berdasarkan dengan berbagai pertanyaan yang telah ditentukan
oleh dosen peengampu.Penelitian atau observasi dilakukan melalui tiga tahap
sebagai berikut :
1. Tahap
pertama observasi lapangan
Tahap
ini dilakukan dengan mengamati secara visual kondisi keluarga tersebut.
2. Tahap
kedua wawancara
Tahap
ini dilakukan dengan mewawancarai secara langsung keluarga tersebut dengan
berbagai pertanyaan.
3. Tahap
ketiga dokumentasi
Tahap
ini dilakukan dengan mendokumentasi beberapa gambar dan beberapa file yang
sekiranya mendukung laporan.
BAB II
HASIL
DATA OBSERVASI
2.1 Pofil Keluarga Dr.K.H.
Fadlolan Musyaffa, Lc., M.A.
Bapak Fadlolan adalah seorang
Doktor, alumnus Universitas Al Azhar Cairo. Beliau pernah menduduki jabatan
sebagai staf Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Cairo dan juga staf protocol dan konsuler
KBRI Kairo. Sedangkan aktivitas beliau sekarang adalah sebagai Direktur Ma’had
Walisongo, dosen pasca-sarjana IAIN Walisongo, dosen pasca-sarjana UNSIQ
Wonosobo, dosen UNWAHAS, dosen UNISULA, dosen Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta,
presentator ToT BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Teroris), coordinator Dewan
Penasehat I-4 (Ikatan Ilmuan Indoneia Internasional), Pengisi materi berbagai
seminar, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama periode 2010-2015, Sekretaris Komisi
Fatwa MUI Wilayah Jawa Tengah (2011-2016), dan beliau juga mempunyai usaha yang
bernama Syauqi Perss di daerah Penggaron Semarang. Walaupun beliau disibukkan
dengan aktifitas-aktifitas yang begitu padat, beliau masih menyempatkan diri
untuk menyapa “umat”. Sosok yang begitu terbuka untuk mendengarkan junior-juniornya
saat menghadapi musykilah-musykilah yang sulit dihadapi khususnya
problem-problem keilmuan.
11
Agustus 1993 adalah titik awal beliau untuk mendalami ilmu-ilmu agama di negeri
para Nabi sebagai mahasiswa Syari’ah Wal Qonun Universitas al-Azhar. Dulu
beliau, tinggal di daerah H-8 Nasr City,
bersama isteri dan ketiga anaknya. Beliau lahir pada tanggal 7 April 1970 di
Grobogan Jawa Tengah, Ayahnya ialah KH. Musyaffa’ Mu’thi yang bekerja sebagai
petani dan juga sebagai guru mengaji dikampungnya. Pada tahun 1998 Pak Fadlolan
menikah dengan gadis pingitan, dari keluarga Pondok Pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur,
putri dari Bpk KH. Ahmad Hisyam. Saat ini telah di karuniai tiga anak yaitu
Arina Sabila Fadlolan (14 thn) Ahmad Syauqi Istiqlaly Fadlolan (11 Thn)
Muhammad Adam Fadlolan (5 thn). Pak Fadlolan menamatkan pendidikan dasarnya di
SDN Terkesi III, Klambu Grobogan tahun 1983 kemudian beliau lanjutkan ke MTsN Surakarta
II. Tak puas disitu saja, setelah lulus tahun 1986 beliau meneruskan
pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi untuk memperdalam ilmu agamanya di
madrasah Aliyah “manba’ul Ulum” yang berada di kawasan Ponpes “al-Ma’ruf”
Bandungsari, Grobogan. Di Pesantren inilah bakat-bakat leadership beliau mulai
tampak ke “permukaan” , terbukti dengan beberapa jabatan ketua yang beliau
sandang saat nyantren di Ponpes tersebut, mulai dari ketua pondok, ketua ISMA’
(Ikatan Santri Al-Ma’ruf)
sampai ketua OSIS pernah beliau duduki. Meskipun disibukkan dengan tugas-tugas
ketua dan beberapa aktifitas lainnya, beliau masih punya greget untuk berkarya
dan berkreatifitas bahkan salah satu tulisan beliau dengan judul “Standar
Pesantren Ideal” mendapat juara ke-II dalam Lomba karya tulis ICMI
se-Indonesia. Saat mudapun beliau mempunyai kepribadian yang kokoh sehingga
pihak pesantren menawari beliau menjadi salah satu dewan guru Madrasah Diniyah
di tempat ia nyantren tahun 1991-1992.
Sebagai
insan Muslim yang dituntut untuk mencari ilmu tanpa memandang batas usia,
setelah lulus program S1 fakultas Syari’ah wal Qonun Univ. al-Azhar tahun 2001,
beliau mendalami disiplin ilmu syariah pada fakultas yang sama tetapi di
Universitas yang berbeda, jenjang S2 American Open University in Cairo, dan
berhasil menyelesaikan Deplom Tamhidi 2003. Lalu pindah di Univ. Ommu Darman, Khartoum, Sudan
yang dapat menyelesaikan Deplom S2 tahun 2004 kemudian beliau mendapatkan gelar
magisternya (MA) dalam disiplin ilmu Ushul Fikih, pada universitas Al Neelain,
Sudan, tahun 2006. Dan selesai program S3 (Doktor)di Universitas yang sama,
dalam disiplin ilmu Perbandingan Mazhab Fikih pada 10 Juni 2009. Di
tengah-tengah kesibukannya sebagai seorang mahasiswa, aktivis-organisatoris dan
staf Protokol Konsuler Kedutaan Besar RI Mesir dari 1997 sampai sekarang,
beliau tidak melupakan bakat menulisnya yang dibawa dari tanah air, beliau
tetap produktif menulis buku-buku yang bermanfa’at bagi bangsa Indonesia pada
umumnya wa bilkhusus bagi Mahasiswa Mesir. Diantara buku-buku beliau yang sudah
diterbitkan ialah:
1.
Al Masyaqqah tajlib
at-taisir (Islam
Agama Mudah edisi bahasa Arab)
2.
Islam Agama Mudah (edisi I
judul buku Islam Menyapa Ummat)
3.
Al-Shalah fi al-Hawa
(Shalat di Pesawat dan Angkasa edisi Bahas Arab)
4.
Standar Pesantren Ideal
(juara karya tulis ilmiah ICMI se-Indonesia 1992)
5.
Peran Pemimpin Agama dalam
Globalisasi dan Krisis Mental
Mudah-mudahan
profil yang kami sajikan ini bisa memicu teman-teman semua sebagai mahasiswa
yang sukses study dan organisasi, karena Islam sendiri menganjurkan kita untuk
mengambil public figure dalam meniti jalan yang diridloi Allah, baik figure
tersebut adalah Nabi Muhammad, Nabi-Nabi sebelumnya ataupun para Alim Ulama’
yang telah wafat ataupun yang masih hidup hingga masa sekarang. Amien.
2.2
Hasil
Wawancara
2.2.1
Budaya yang masih
dilakukan oleh keluarga Bapak Fadlolan
Yaitu budaya local. Beliau
mengatakan bahwa sebenarnya keluarga mereka tidak mempunyai budaya, melainkan
kembali ke budaya terdahulu yaitu budaya local, karena kebudayaan itu berasal
dari manusia dan kembali kepada manusia itu sendiri. Budaya masyarakat itu
berisi tentang sosial dan agama. Misalnya aqiqah, sodakoh, selametan,nyadran,ngruwat,dsb.
Walaupun beliau tinggal di Arab, namun beliau tidak pernah menggunakan budaya arab atau biasa disebut dengan arabis, dan waktu beliau kembali ke indonesiapun beliau tidak membawa budaya arab ke Indonesia seperti cara berpakaiannya tetap menggunakan peci, sarung, dan juga baju taqwa. Beliau mengenakan pakaian seperti itu ketika beliau berada di arab maupun diindonesia.
Walaupun beliau tinggal di Arab, namun beliau tidak pernah menggunakan budaya arab atau biasa disebut dengan arabis, dan waktu beliau kembali ke indonesiapun beliau tidak membawa budaya arab ke Indonesia seperti cara berpakaiannya tetap menggunakan peci, sarung, dan juga baju taqwa. Beliau mengenakan pakaian seperti itu ketika beliau berada di arab maupun diindonesia.
Bid’ah menurut syafi’I
ada dua, yaitu :
a. Mahmudah,
yang berarti sesuatu yang tidak bertentangan dengan syari’at.
b. Madzmumah,
yang berarti ajaran islam yang bertentangan dengan syari’at.
Menurut
Bapak Fadlolan kita sebagai orang desa tidak boleh minder, akan tetapi kita
harus memiliki pemikiran yang luas dan berwawasan internasional. Seperti halnya
dalam hal berpakaian, lebih baik mengenakan pakaian sederhana tetapi pemikiran
kita internasional dari pada berpakaian internasional tetapi pemikirannya
kampungan.
2.2.2
Pelaksanaan dan Makna Budaya
Keluarga Bapak Fadlolan
Budaya local dilakukan sesuai
dengan kebiasaan terdahulu, yaitu kebiasaan yang diajarkan oleh para guru saat
beliau nyantri di pondok pesantren. Misalnya, mengirim fatihah sebagai wasilah
kepada Nabi Muhammad, guru-guru, orang tua, serta muslimin muslimat. Selain itu
pelaksanaan budaya yang lain, yaitu
a. Budaya
padusan dilaksanakan pada saat tahun baru hijriah dan pada saat awal bulan
ramadhan.
b. Membaca
do’a akhir tahun dan awal tahun dengan maksud agar dapat mengevaluasi diri
lebih baik di tahun yang akan datang.
c. Ngapati,
yaitu budaya yang sering dilakukan saat seorang wanita sedang hamil berusia 4
bulan, dalam pelaksanaanya dianjurkan untuk membaca Q.S Yusuf dan Q.S Maryam
disertai dengan dzikir dan do’a khusus. Hal itu dilakukan dengan maksud agar
janin yang ada dalam kandungan diberikan ketetapan yang baik.
Budaya tersebut
merupakan suatu perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT karena budaya
tersebut mengajarkan kita untuk selalu mengingat kepada allah dengan cara
berdzikir, berdoa, dan juga mengajarkan kita berjiwa dermawan dan kepemimpinan.
Budaya local dapat mempengaruhi karakter setiap individu yang melakukan
dikarenakan di dalam pelaksanaan budaya tersebut terdapat unsur-unsur agama
yang turun temurun dari generasi ke generasi sesuai dengan syariat yang berlaku.
Jadi makna dari budaya tersebut adalah menekankan kepada
2.2.3
Makna yang terkandung
dalam Unsur-unsur
agama yang terdapat pada tradisi budaya keluarga bapak Fadlolan.
Budaya yang dilakukan oleh bapak Fadlolan beserta keluarga
dan masyarakat termasuk santri Ma’had Walisongo tak lepas dari syariat agama
Islam yang sesuai dengan Al-Qur’an ,Al-Hadist, Ijma’, Qiyas. Sehingga budaya
tersebut tidak lepas dari unsur-unsur Agama .Beliau mengatakan : Unsur unsur
agama dalam tradisi budaya keluarga bapak Fadlolan seperti Yasinan ,Tahlilan,
Mujahadah ,Berjanji, itu menekankan kepada kita dalm unsure
kepemimpinan,bahwasanya dalam setiap melakukan aktifitas kebudayaan lebih
menerapkan system bergilir dalam memimpin budaya tersebut.Misalnya Budaya
yasinan dan Tahlilan dalam melakukan budaya tersebut memelukan adanya pemimpin
yang mengawali dan menguasai bacaan bacaan tahlil yang fasih dan benar, selain
itu budaya tersebut juga menekankan pada jiwa sosial pada setiap indifidu
maupun keluarga dan mengaplikasikan budaya silaturahim antar masyarakat,
sehingga budaya individualisme tidak akan menjamur di kalngan masyarakat maupun
santri Ma’had.
2.2.4
Makna dan Unsur agama dari budaya
yang dilakukan bapak Fadlolan
Dari hasil wawancara kami kepada bapak Fadlolan bahwasanya makna
yang terkandung dalam budaya yang dilakukan keluarga beliau bermanfaat bagi
keluarga , Santri, dan lingkungan setempat. Karena budaya tersebut akan
membentuk karakter-karkter kepemimpinan , kesolidaritasan, kedermawanan,
membentuk sistem kekerabatan. Adapun unsure agama dari budaya yang dilakukan
oleh keluarga Bapak Fadlolan adalah nilai dan norma yang sesuai dengan syariat
islam.
Makna
unsure budaya sebagai sistem norma yang memungkinkan kerjasama antar anggota
masyarakat didalam upaya menguasai alam sekelilingnya, sebagai organisasi
ekonomi, bahasa, sistem kepercayaan (religi).
2.2.5
Dukungan dari masyarakat atas pelaksanaan budaya tersebut
Menurut beliau,
dukungan dari masyarakat itu penting, karena tanpa adanya dukungan dari
masyarakat maka budaya tersebut tidak akan terlaksana. Namun, tidak hanya
dukungan saja, melainkan ada unsure kekompakan, keberamaan, rasa persaudaraan
untuk melakukan budaya tersebut. Akan tetpi jika masyarakat sekitar tidak
mendukung, maka Bapak Fadlolan tetap akan melakukan budaya tersebut, karena
budaya tersebut merupakan warisan dari guru-guru beliau.
2.2.6
Pengaruh modernisasi terhadap agama dan budaya
Modernisasi berarti proses menuju masa kini atau proses menuju
masyarakat yang modern. Modernisasi dapat pula berarti perubahan dari
masyarakat tradisional menuju masyarakat yang modern. Jadi, modernisasi
merupakan suatu proses perubahan dimana masyarakat yang sedang memperbaharui
dirinya berusaha mendapatkan cirri-ciri atau karakteristik yang dimiliki
masyarakat modern. Wujud modernisasi yaitu alat-alat tekhnologi, seperti HP,
Laptop, TV, Internet sehingga masyarakat semakin mudah mengakses informasi dari
dunia luar, hal ini dapat memicu pola fikir manusis yang berwawasan
internasional. Peran agam dalam pelestarian budaya yaitu memberikan keluasan
untuk mengembangkan diri beserta masyarakat sesuai nilai agama dan budaya yang
berada di masyarakat tersebut, namun dalam sisi lain agama harus menekankan
laju nmodernisasi dengan memberikan batasan-batasan yang objektif. Keobjektifan
ini harus universal mampu diterima oleh kalangan masyarakat, bahwasanya spirit
agama atau nilai agama mampu menjadikan manusia menjadi manusia yang bermoraldan
berjiwa agamis. Sehingga modernisasi mempunyai hubungan saling keterkaitan
dengan budaya dan agama.
2.2.7
Pesan
Bapak Fadlolan kepada Mahasiswa
Beliau
yang telah memiliki berbagai pengalaman dalam bidang organisasi, akademik,
pesantren, mampu memberikan petuah-petuah yang mampu menggugah semangat para
mahasiswa untuk menyongsong masa depan yang baik. Adapun nasehat beliau yaitu
a.
Segera
selesaikan SKS (Sistem Kredit Semester) dengan usaha dan ikhtiar
b.
Perbanyak
membaca buku dari berbagai sumber referensi minimal sehari 3 buku dan memiliki
satu ringkasan dari kesimpulan buku tersebut.
c.
Gunakanlah
waktu dengan sebaik-baiknya (Manajemen Waktu) karena semua itu berawal dari
kedislipinan dalam mengatur aktifitas sehari-hari.
d.
Seorang
mahasiswa harus memiliki 3 manajemen, diantaranya manajemen waktu, manajemen
preoritas dan manajemen takarrup ilallah.
2.3 Analisis Data dengan Teori
Teori yang digunakan dalam observasi mengenai agama dan budaya
adalah Teori Sosiokultural. Secara etimologi kata teori
berasal dari bahasa inggris yaitu teory, kata teori terbukti digunakan
sejak 1592 diambil dari bahasa yunani theoria yang berarti kontemplasi,
spekulasi yang berasal dari kata “penonton” tea berarti pandangan secara harfiah berarti melihat
pertunjukan. Dalam penggunaan ilmiah, teori bukan sekedar dugaan atau anggapan
dari kebenaran yang belum dibuktikan, sebagaimana perbincangan awam
sehari-hari. Teori dikemukakan oleh Trianto (2008:3) sebagai suatu model
logis yang konsisten atau kerangka berpikir (framework) untuk
menggambarkan perilaku yang saling berkaitan dalam suatu fenomena sosial atau
alamiah yang dibuktikan dengan sifat prediktif dan teruji.[1]
Teori
sosiokultural atau kognitif sosial menekankan bagaimana seorang masyarakat menyertakan
kebudayaan ke dalam penalaran, interaksi sosial, dan pemahaman diri mereka
terhadap agama yang dianutnya. Santrock (2009:323) mengemukakan bahwa dalam
teori kognitif sosial (social cognitive theory) yang berperan penting
dalam pembelajaran yaitu faktor sosial, kognitif, serta perilaku masyarakat.
Faktor-faktor kognitif meliputi harapan masyarakat untuk berhasil sedangkan
faktor sosial meliputi pengamatan masyarakat terhadap perilaku terhadap budaya
setempat.
Teori
sosiokultural atau kognitif sosial lahir dari beberapa ahli pembelajaran di
antaranya yaitu Piaget yang berpendapat bahwa belajar ditentukan karena adanya
karsa individu artinya pengetahuan berasal dari individu. Manusia berinteraksi
dengan lingkungan sosial yaitu tetangga atau masyarakat setempat, sedangkan
lingkungan sosial menjadi faktor sekunder.Keaktifan masyarakat menjadi penentu
utama dan jaminan kesuksesan belajar, sedangkan penataan kondisi hanya sekedar
memudahkan belajar. Perkembangan kognitif merupakan proses genetik yang diikuti
adaptasi biologis dengan lingkungan sehingga terjadi ekuilibrasi. Untuk
mencapai ekuilibrasi dibutuhkan proses adaptasi (asimilasi dan akomodasi).[2]
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Moderniasi tidak
mempengaruhi kekentalan atau kemurnian agama dan budaya terhadap keluarga Bapak
Fadlolan. Akan tetapi modernisasi dijadikan sebagai media untuk mengembangkan
dan mewariskan agama. Adapun wujud modernisasi seperti adanya tekhnologi
canggih yang bisa mengetahui kondisi dunia secara luas. Dengan demikian manusia
sebagai pencipta dan juga pengguna tekhnologi harus menerima dampak positive
dan negative dari adanya tekhnologi tersebut Jika manusia tidak mampu menerima
dampak negative dari adanya tekhnologi maka manusia itu belum bisa dikatakan
mampu menciptakan tekhnologi. Oleh karena itu kita sebagai pewaris agama dan
budaya mampu mengatur dan memperalat tekhnologi, bukan kita yang diperalat oleh
tekhnologi tersebut.Pewarisan agama dan kebudayaan adalah nilai dan norma yang
diberikan dan diajarkan dari generasi tua ke generasi muda untuk menjaga dan
melestarikan agama dan budaya tersebut.
3.2
Saran
Menurut argumen dari kelompok kami terhadap
keluarga Bapak Fadlolan, tetaplah pertahankan keaslian budaya dan agama
tersebut agar tidak tercabut dari akarnya. Sehinggga pewarisan budaya dan agama
tersebut bisa tetap mengalir dan bermanfaat sampai generasi selanjutnya.
3.3
Penutup
Tiada gading yang tak retak, bahwasanya
laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga diperlukanya saran dan
kritik yang konstruktif. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Kaplan, David. Teori Budaya. Yogyakarta
pustaka pelajar offset. 2000.
Koentjayaningrat, Sejarah Teori
Antropologi 1, Jakarta, UI-Press. 1987.
Koentjayaningrat, Sejarah Teori
Antropologi 2, Jakarta, UI-Press.
1990.
Komentar
Posting Komentar