Persepsi Tentang Relasi Islam dengan Politik
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : Politik Islam
Dosen Pengampu : H.Adib Fathoni, S.Ag., M.Si.
Di
susun oleh
Jalal Suyuti 121311034
Sukmawati
Maghfurina Hasyim 131311013
MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014 / 2015
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbicara tentang hubungan agama dan negara adalah
suatu hal yang menarik. Kita tahu agama dan negara bagaikan sisi mata uang,
yang saling melengkapi. Bagaimanapun juga agama tetap memberikan irama terhadap
kehidupan sosial bernegara karena agama agama merupakan ruh kedua bagi
masyarakat. Sehingga peranan negara sangat mustahil ditinggalkan dari kehidupan
manusia.
Melihat realita kontemporer kaum
muslimin, kita akan melihat sebuah kenyataan yang tentu saja sangat jauh
berbeda dengan kondisi Islam pada masa-masa sebelumnya. Perbedaan ini terwujud
sangat nyata dalam “kemenangan” kekuatan sekularisme dalam pentas kehidupan
sehari-hari. Adapun interaksi kaum muslimin sendiri masih sangat jauh berubah
terhadap Islam. Setelah sebelumnya agama memiliki kekuatan yang nyaris sempurna
terhadap perilaku individu dan masyarakat, kini hampir dapat dikatakan bahwa
kekuatan peran agama nyaris tidak melewati batas individu saja kecuali beberapa
kalangan masyarakat Islam tertentu
Politik merupakan ihwal hidup kita
sebagai warga negara, selama kita menjadi bagian dari bangsa dan negara, maka
selama itu pula politik akan mempengaruhi hidup kita secara langsung maupun
tidak langsung. Mau tidak mau, suka tidak suka politik akan selalu hadir dalam
kehidupan kita dengan berbagai cara. Oleh karena itu, keterlibatan kita didalam
politik merupakan hal yang sangat penting.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana persepsi relasi Islam terhadap
politik ?
2.
Bagaimana Prinsip-prinsip politik Islam
dalam suatu kenegaraan ?
II.
PEMBAHASAN
A. Persepsi relasi Islam terhadap
Politik
Islam sebagai agama samawi
yang komponen dasarnya meliputi ‘aqidah dan
syari’ah, mempunya korelasi erat dengan
politik[1]
dalam arti yang luas. Sebagai sumber motivasi masyarakat, Sedangkan Islam berperan penting menumbuhkan sikap dan perilaku sosial politik.
Implementasinya kemudian diatur dalam syari’at, sebagai katalog-lengkap dari
perintah dan larangan Allah, pembimbing manusia dan pengatur lalu lintas
aspek-aspek kehidupan manusia yang kompleks.Islam dan politik mempunyai titik
singgung erat, bila keduanya dipahami sebagai sarana menata kebutuhan hidup
manusia secara menyeluruh. Islam tidak hanya dijadikan kedok untuk mencapai
kepercayaan dan pengaruh dari masyarakat semata. Politik juga tidak hanya
dipahami sekadar sebagai sarana menduduki posisi dan otoritas formal dalam
struktur kekuasaan.[2]
Politik yang hanya dipahami
sebagai perjuangan mencapai kekuasaan atau pemerintahan, hanya akan mengaburkan
maknanya secara luas dan menutup kontribusi Islam terhadap politik secara umum.
Sering dilupakan bahwa Islam dapat menjadi sumber inspirasi kultural dan
politik. Pemahaman terhadap isltilah politik
secara luas, akan memperjelas korelasinya dengan Islam.
Berpolitik dalam konteks syar’i dapat dikatakan mengabdikan
diri untuk kepentingan rakyat demi mewujudkan keamanan, keadilan dan
kesejahteraan. Sedangkan menjadi politisi adalah tempat bagi umat untuk
menyalurkan aspirasi untuk kemaslahatan bersama. Dari pengertian dan perspektif
menjadi politisi adalah suatu panggilan hidup atau ibadah yang sangat mulia.
Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya “sebaik-baiknya
manusia adalah orang yang bermanfaat bagi manusia lain”. Oleh karena itu
menjadi politisi seseorang bisa bermanfaat bagi banyak orang.
Perspektif akidah dalam konteks
politik adalah upaya unntuk mempertahankan aaqidah ahlussunnah waljama’ah dari
berbagai kontaminasi, agresi dan ideologi yang sesat. Dalam realita yang ada,
banyak ajaran yang bertentangan dengan akidah ahlussunnah wal jama’ah.
Dikarenakan ada unsur politik yang memperkuat posisinya, secara perlahan
merancang sistem politik yang akan membumi hanguskan akidah ajaran ahlussunnah
wal jama’ah.[3]
Ibnu Qoyyim berkata “Maka, tidaklah dikatakan: sesungguhnya
politik yang adil itu bertentangan dengan yang dibicarakan syariat; justru
politik yang adil itu bersesuaian dengan syariat, bahkan dia adalah bagian dari
elemen-elemen syariat itu sendiri. Kami menamakannya dengan politik karena
mengikuti istilah yang mereka buat. Padahal itu adalah keadilan Allah dan
RasulNya, yang ditampakkan tanda-tandanya melalui politik.”
Ibnu Taimiyah menegaskan
bahwa kekuasaan penguasa merupakan
tanggung jawab yang harus dipenuhi dengan baik. Penguasa harus mengurusi rakyatnya seperti yang dilakukan pengembala yang kepada gembalaanya. Penguasa disewa rakyatnya agar
bekarja untuk kepentingan meraka, kewajiban timbal balik kepada kedua belah
pihak menjadikan perjanjian dalam bentuk
kemitraan serta
kesejahteraan umat.[4]
Pendapat Ibnu Aqil seperti yang
dikutip Ibnu Qayyim mendefinisikan: “Siyasah syar’iyyah sebagai segala
perbuatan yang membawa manusia lebih dekat kepada kemaslahatan dan lebih jauh
dari kerusakan, sekalipun Rasul tidak menetapkan dan Allah tidak mewahyukan.
Siyasah yang merupakan hasil pemikiran manusia tersebut harus berlandaskan
kepada etika agama dan memperhatikan prinsip-prinsip umum syariah”.
Politik
kenegaraan Islam haruslah berdasarkan ajaran tuhan yang terdapat dalam agama
serta berdasarkan suara rakyat yang diperoleh dalam musyawarah. Sebagai
gambaran yang tegas dari Prof.Gib bahwa firman tuhan dan sabda nabi di gabung
satudengan suara rakyat hal ini merupakan kekuasaan tertinggi dalam negara
Islam.[5]
Islam memahami politik bukan hanya soal yang berurusan dengan pemerintahan
saja, terbatas pada politik struktural formal belaka, namun menyangkut juga
kulturisasi politik secara luas. Politik bukan berarti perjuangan menduduki
posisi eksekutif, legislatif mau pun yudikatif. Lebih dari itu, ia meliputi
serangkaian kegiatan yang menyangkut kemaslahatan umat dalam kehidupan jasmani
mau pun rohani.Bangunan politik semacam ini,
harus didasarkan pada kaidah fiqih yang berbunyi, tasharruf al-imam manuthun
bi al-mashlahah (kebijakan pemimpin harus berorientasi pada kemaslahatan
rakyat atau masyarakat).
Nilai-nilai Islam sebagai sumber budaya yang penting di Indonesia, sudah
sewajarnya menjadi faktor dalam membentuk budaya politik, tata nilai,
keyakinan, persepsi dan sikap yang mempengaruhi perilaku individu dan kelompok
dalam suatu aktivitas sistem politik. Indikasi yang paling menonjol dalam hal
ini adalah, bahwa ke lima sila Pancasila yang telah disepakati menjadi ideologi
politik, semuanya bernafaskan nilai-nilai Islami. Bila terjadi kemerosotan yang mempengaruh
nilai-nilai keagamaan Islam dalam budaya politik, sesungguhnya yang terjadi
adalah sekularisasi[6]
kultur politik.
Al Quran
tidak menyatakan secara eksplisit bagaimana system politik itu muncul, tetapi
menegaskan bahwa kekuasaan politik dijanjikan kepada orang-orang beriman dan
beramal shaleh.Ini berarti kekuasanan politik terkait dengan kedua factor
tersebut. Pada sisi lain politik juga terkait dengan ruang dan waktu. Ini
berarti ia adlah budaya manusia sehingga
keberadaanya tiak dapat dilepaskan dari dimensi kesejarahan[7]
Dasar kekuatan politik
Islam, tidak ada seorangpun yang memeliki kekuasaan mutlak. Kekuasaan manusia
hanya bersifat temporal karena yang berkuasa secara mutlak adalah Allah SWT,
Tuhan semsta alam, Tuhan langit dan bumi. Kekuasaan Allah tidak bisa dibatasi
oleh kekuatan hukum yang ada, karena Ia sendiri adalah sumber dari hukum
tersebut.[8]
Menurut
Amien Rais, seoarang politisi haruslah bersandar pada moralitas dan etika yang
bersumber pada ajaran tauhid. Bila moralitas dan etika tauhid ini dilepaskan
dari politik, maka politik itu akan berjalan tanpa arah, dan bermuara pada
kesengsaraan orang banyak.Dengan demikian, maka politik harus mengindahkan
nilai-nilai agama dan fungsional terhadap tujuan dakwah. Politik yang
fungsional terhadap tujuan dakwah adalah politik yang sepenuhnya mengindahkan
nilai-nilai Islam. Dalam hubungan ini, Amien Rais menegaskan bahwa kehidupan
politik yang Islami tidak memberikan tempat bagi sekulerisasi
Pemikiran politik dengan mellihat
masalah masalah dan topik topik nya yaitu bertujuan untuk memberikan solusi
atas masalah masalah yang ditimbulkan oleh masyarakat politik .Suatu masyarakat
yang mempunyai lembaga kekuasaan khusus yang dapat menetapkan hukum serta
undang undang untuk mengatur masyarakat dan memaksa mereka untuk mematuhinya.[9]
Sebelumnya telah
disepakati bahwa dalam ajaran islam terkandung nilai-nilai demokrasi. Demokrasi
sendiri dapat berupa lembaga dan sistem nilai. Dengan kata lain demokrasi
adalah suatu konsep sistem politik. Berdasarkan hal ini islam sepatutnya
berpihak pada konsep sistem politik atau konsep negara demokrasi. Sebab setelah
sistem nilai demokrasi di islamkan preverensi sistem politik yang semula kosong
menjadi berisi. Islam dan demokrasi saling melengkapi. Islam mengisi preverensi
nilai sedangkan demokrasi memberikan konsep atau memberikan bentuk sistem
politik.[10]
Oleh sebab itu demokratisasi bukan
hal yang mustahil di negara-negara dengan mayoritas penduduk islam. Dengan kata
lain, agama islam mampu memberikan sumbangan untuk proses demokratisasi
sepanjang yang dianut adalah islam yang selalu berusaha “membebaskan”.[11]
Dawan Rahadjo (1992) menyebutnya sebagai “agama profetis”, untuk membedakannya
“agama dengan masjid” yang hanya mengurusi masalah ibadah. Hal ini sesuai pula
pemikiran muslim Abdurrahman dengan “teologi pembebasan”nya mereka sepakat
bahwa agama harus berperan aktif dalam transformasi sosial modernisasi yang mau
tidak mau harus berlangsung, tidak boleh meminggirkan peran agama, sehingga
agama terbatas dalam masalah ritual. Agama perlu terlibat di dalam maslah
sosial dan memecahkan problema didalam masyarakat.
B Prinsip-Prinsip
Politik Islam Dalam Suatu Kenegaraan
1. Musyawarah
Asas musyawarah yang paling utama
adalah berkenaan dengan pemilihan pemimpin negara dan orang-orang yang akan
menjawab tugas-tugas utama dalam pentadbiran ummah. Asas musyawarah yang kedua
adalah berkenaan dengan penentuan jalan dan cara pelaksanaan undang-undang yang
telah dimaktubkan di dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Asas musyawarah yang
seterusnya ialah berkenaan dengan jalan-jalan bagi menentukan perkara-perkara
baru yang timbul di kalangan ummah melalui proses ijtihad.
2. Keadilan
Prinsip ini adalah berkaitan dengan
keadilan sosial yang dijamin oleh sistem sosial dan sistem ekonomi Islam. Dalam
pelaksanaannya yang luas, prinsip keadilan yang terkandung dalam sistem politik
Islam meliputi dan merangkumi segala jenis perhubungan yang berlaku dalam
kehidupan manusia, termasuk keadilan di antara rakyat dan pemerintah, di antara
dua pihak yang bersebgketa di hadapan pihak pengadilan, di antara pasangan
suami isteri dan di antara ibu bapa dan anak-anaknya.kewajiban berlaku adil dan
menjauhi perbuatan zalim adalah di antara asas utama dalam sistem sosial Islam,
maka menjadi peranan utama sistem politik Islam untuk memelihara asas tersebut.
Pemeliharaan terhadap keadilan merupakan prinsip nilai-nilai sosial yang utama
kerana dengannya dapat dikukuhkan kehidupan manusia dalam segala aspeknya.
3. Kebebasan
Kebebasan yang diipelihara oleh
sistem politik Islam ialah kebebasan yang makruf dan kebajikanyang sesuai
dengan Al–Qur’an dan Hadist.Menegakkan prinsip kebebasan yang sebenarnya adalah
tujuan terpenting bagi sistem politik dan pemerintahan Islam serta menjadi
asas-asas utama bagi undang-undang perlembagaan negara Islam.
4. Persamaan
Persamaan di sini terdiri daripada
persamaan dalam mendapatkan dan menuntut hak, persamaan dalam memikul tanggung
jawab menurut peringkat-peringkat yang ditetapkan oleh undang-undang
perlembagaan dan persamaan berada di bawah kuat kuasa undang-undang.[12]
III.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Politik merupakan pemikiran yang
mengurus kepentingan masyarakat. Sedangkan politik kenegaraan Islam haruslah
berdasarkan suara rakyat yang diperoleh dalam bermusyawarah.Sebagai gambaran
yang tegas dari Prof Gib bahwa firman tuhan dan sabda rosul digabung satu
dengan suara rakyat maka hal ini merupakan kekuasaan tertinggi dalam negara
Islam.Pemikiran tersebut berupa pedoman, keyakinan hukum atau aktivitas dan
informasi.
Beberapa prinsip politik islam
berisi: mewujudkan persatuan dan kesatuan bermusyawarah, menjalankan amanah dan
menetapkan hokum secara adil atau dapat dikatakan bertanggung jawab, mentaati
Allah, Rasulullahdan Ulill Amr (pemegang kekuasaan) dan menepati janji. Korelasi pengertian politik islam
dengan politik menghalalkan segala cara merupakan dua hal yang sangat
bertentangan. Islam menolak dengan tegas mengenai politik yang menghalalkan
segala cara.
Pemerintahan
yang otoriter adalah pemerintahan yang menekan dan memaksakan kehendaknya
kepada rakyat. Setiap pemerintahan harus dapat melindungi, mengayomi
masyarakat.Sedangkan penyimpangan yang terjadi adalah pemerintahan yang tidak
mengabdi pada rakyatnya; menekan rakyatnya. Sehingga pemerintahan yang terjadi
adalah otoriter. Yaitu bentuk pemerintahan yang menyimpang dari prinsip-prinsip
islam.Tujuan politik islam pada hakikatnya menuju kemaslahatan dan kesejahteraan
seluruh umat.
B. PENUTUP
Demikian makalah kami yang
berjudul persepsi tentang relasi Islam dengan politik
ini yang dapat kami paparkan. Pepatah Arab mengatakan "الإنسان محل الخطاء و النسيان"
yang berarti “Manusia adalah tempatnya salah dan lupa”.Begitu pula dengan
penulisan makalah ini. Tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahan karena
terbatasnya pengetahuan serta kurangnya rujukan atau referensi. Penulis
berharap, pembaca budiman dapat memberikan kritik dan saran yang konstruktif
kepada pemakalah demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi penulis dan pembaca
budiman. Amin.
DAFTAR
PUSTAKA
Abd. Mu’in Salim, 2002, Fiqih Siyasah:Konsepsi Kekuasaan Politik
dalam Al Quran, Jakarta: Raja
Grafindo Persada,
Abidin
Zainal, 1977, Ilmu Politik Islam Iikonsepsi politik dan ideologi Islam, Jakarta
: Bulan Bintang 1977
Aziz Thaba Abdul, 1995, Islam
dan Negara dalam Politik Orde Baru, Jakarta: Gema Insani,,
Qodir Hamid Tijani ABD,
2001, Pemikiran politik dalam Alqur’an
, Jakarta: Graha Insani Pers
Syarifuddin Jurdi, 2008, Pemikiran Politik Islam Indonesia,
Yogyakarta:Pustaka Belajar
Hanif Dakiri Muh,1996, Pedoman Berpolitik dalam NU.
(Yogyakarta: PT. Ikis Perinting cemerlang
Kamus Besar Bahasa
Indonesia
Djazuli,2007,Fiqih Siyasah Implementasi Kemaslahatan Umat
Rambu-rambu Syariah, Jakarta:Prenada Media Grup
[1]
Kata Politik dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia berarti pengetahuan mengenai ketatanegaraan, cara bertindak dalam
menangani problematika yang semakin kompleks dalam masyarakat. Dalam kamus-
bahasa Arab modern, kata politik disebut dengan kata siyasah
Sedangkan pengertian politik islam adalah
pengurusan kemaslahatan umat manusia
sesuai dengan syara’. Adapun Pengertian siyasah (politik) oleh Ibn
A’qil, sebagaimana yang dikutip oleh Ibnu Qayyim, dalam buku yang ditulis Djazuli, Fiqih
Siyasah Implementasi Kemaslahatan Umat Rambu-rambu Syariah, Jakarta:Prenada
Media Grup, 2007, h. 28-27 politik Islam adalah segala perbuatan yang membawa
manusia lebih dekat kepada kemaslahatan dan lebih jauh dari kemafsadatan.
[2] http://www.elhooda.net/2014/03/hubungan-antara-islam-dan-politik-menurut-kh-ma-sahal-mahfudh/di akses senin 9 maret 2015.
[3]
Muh. Hanif Dakiri. Pedoman Berpolitik
dalam NU. (Yogyakarta: PT. Ikis Perinting cemerlang.1996).,hlml 9
[4]
Mumtaz Ahmad, Maslah-masalah Teori Politik Islam, (Bandung; Mizan, 1996)., hlm.
82
[5]
Zainal Abidin, Ilmu Politik Islam
Iikonsepsi politik dan ideologi Islam (Jakarta : Bulan Bintang 1977)., hlm
.84.
[6]
Kata Sekularisasi Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Hal hal yang
membawa ke arah kehidupan yang tidak didasarkan pada ajarn Agama.
[7]
Abd. Mu’in Salim, Fiqih Siyasah:Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al Quran, (
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 286
[8]
Syarifuddin Jurdi, Pemikiran Politik Islam Indonesia, (Yogyakarta:Pustaka Belajar,
2008) hlm.61
[9]
Tijani ABD Qodir Hamid, Pemikiran politik
dalam Alqur’an (Jakarta: Graha Insani Pers
2001)., hlm 3
[10]
Abdul Aziz Thaba, Islam dan Negara dalam
Politik Orde Baru, (Jakarta: Gema insani pers. 1996.).,hlm. 44
[11]
Ibid hlm. 45
Komentar
Posting Komentar