Resolusi Konflik
ini adalah contoh tugas Resolusi Konflik
Selamat Membaca sahabat :)
ini adalah contoh tugas Resolusi Konflik
Selamat Membaca sahabat :)
Rezim militer Orde Baru
Soeharto menjadikan Papua sebagai daerah kekuasaan militer, terutama Angkatan
Darat (AD). Kesan seperti itu sangat terasa karena instansi militer dan para
petinggi militer di Kodam dan jajarannya mendominasi ranah politik dan jalannya
pemerintahan di Papua. Cengkraman AD atas Papua kian kuat karena adanya
dwifungsi ABRI dan dijadikannya Papua sebagai Daerah Operasi Militer (DOM).
Dengan semangat berdwifungsi, obsesi utama semua pimpinan militer Indonesia,
khususnya di jajaran Kodam Trikora dan di Pemda Papua menghancurkan apa yang
mereka sebut gerombolan bersenjata OPM. Obsesi penghancuran OPM itu juga
dimotivasi oleh kepetingan ekonomi dan politik. Secara politik petinggi AD,
seperti Pangdam, Danrem, dan Dandim adalah juga Ketua Pembina Golkar di
wilayahnya. Secara ekonomi, semua perusahaan besar di Papua dikategorikan
sebagai objek vital nasional. Artinya perusahaan-perusahaan itu berada di bawah
naungan militer untuk keamanannya. Untuk itu, perusahaan-perusahaan harus
menyetor sejumlah uang.
Dalam setiap kepala
pimpinan dan anggota ABRI, semua orang Papua adalah separatis, kecuali orang
itu bisa menunjukkan dirinya bukan separatis. Untuk motivasi ini, OPM yang
selalu kecil kekuatannya selalu dikampanyekan sebagai ancaman serius bagi NKRI.
Obsesi itu tumbuh dari cara pandang yang melihat gerakan menuntut pengakuan
identitas politik Papua sekadar masalah “bom waktu yang ditinggalkan Belanda”
atau bush dari hasutan kelompok separatis, bukan merupakan persoalan mendasar
yang berkaitan dengan rasa keadilan dan harga diri orang Papua. Maka dari itu
untuk mengenyahkan “hantu OPM” itu, kebijakan yang diambil di Papua adalah
menghancurkan OPM secara fisik (membunuh) dengan menggelar operasi militer
berkesinambungan (DOM) dari tahun ke tahun. Dr. Benny Giyai seorang rohaniwan
dan intelektual Papua mencatat bahwa pengalaman di bawah cengkraman militer itu
merupakan pengalaman pahit yang tak akan pernah terlupakan oleh orang-orang
Papua. Benny menuliskan bahwa dalam seluruh pengalaman pahit itu, orang Papua
merasa diperlakukan bukan sebagai manusia, melainkan hanya sebagai objek, yaitu
objek operasi militer.
Sejarah sebagai objek
kekerasan itulah yang selalu diingkari oleh Indonesia sampai hari ini.
Pihak-pihak militer atau aparat keamanan di Papua sama sekali tidak pernah
merasa melakukan kejahatan terhadap siapa pun di Papua, karena operasi-operasi
militer yang mereka lancarkan, atau penangkapan-penangkapan serta penyiksaan
atau pembunuhan dengan segala bentuknya di Papua hanyalah dalam rangka
menjalankan tugas sebagai pelindung NKRI dari rongrongan organisasi yang
disebut sebagai OPM.
Dalam pandangan orang-orang
Papua, ABRI yang berpataka “Praja Ghupta Kra” (Ksatria Pelindung Masyarakat)
adalah alih-alih menjadi pelindung, malah menjadi seperti pagar makan tanaman.
Operasi-operasi militer mendatangkan kesengsaraan lahir dan batin bagi
orang-orang Papua. Pandangan orang Papua itu masih bertahan sampai saat ini sehingga
mendorong mereka menuntut merdeka karena rendahnya kepercayaan terhadap
TNI/POLRI dan instansi pemerintah yang ada di Papua.
Dengan latar sejarah
dan posisi politik seperti itu, militer di Papua merasa dan melihat
dirinya sebagai satu-satunya institusi yang menjaga keutuhan Indonesia di
Papua. Militer di Papua selalu bertindak represif terhadap segala bentuk
gerakan atau opini yang mempertanyakan atau memprotes keadaan yang dirasakan
kurang adil oleh tokoh-tokoh dan mahasiswa Papua. Dalam menjaga keutuhan NKRI,
militer Indonesia di Papua sangat mudah memvonis seluruh bentuk protes orang
Papua sebagai gerakan separatis. Ketika cap separatis sudah dialamatkan oleh
militer kepada seseorang di Papua maka orang itu akan bisa menjadi korban dalam
sekejap. Seperti penangkapan terhadap tokoh-tokoh dan mahasiswa Papua. Baik
menjadi korban penculikan, penyiksaan, bahkan pembunuhan. Aksi kekerasan itu
berlangsung bertahun-tahun, dengan ribuan korban jiwa. Para korban dan
keluarganya inilah bersama-sama dengan kalangan mudah dan mahasiswa serta
tokoh-tokoh terpelajar Papua di era reformasi menyuarakan perlunya Indonesia
mempertanggungjawabkan seluruh kekerasan itu. Untuk meminta pertanggung-jawaban
itu, wacana Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi wacana yang paling dominan di dalam
dan luar Papua.
Sejumlah rangkaian
kekerasan dan pelanggaran HAM yang terjadi di bumi Cendrawasih merupakan
luka bagi OPM dan Rakyat Papua. Hal ini, yang kemudian membangkitkan semangat
OPM untuk mempertahankan harga dan jati diri sebagai kulit hitam dan rambut
keriting. Sehingga dengan tidak ragu-ragu OPM tampil ke permukaan secara
terbuka untuk melakukan perlawanan. Salah satu aksi yang terjadi adalah dengan
menembak mati 8 prajurit TNI, (21/02) di Tinggi nambut Puncak Jaya (Sumber :
MetroTV).
TNI : Permasalahan yang terjadi direpublik ini tentang pemberontakan
yang opm lakukan sangat meresahkan
warga karena keadaan menjadi tidak aman dan tidak nyaman sehingga Tni wajib
mengamankan seluruh wilayah NKRI
OPM : ketika terjadi tindakan kekerasan yang terjadi di tanah papua
merupakan suatu usaha pengembalian hak kami selaku warga papua yang sah yang
direbut oleh indonesia
PBB : sudah di jelaskan bahwa kejelasan status yang di terima papua
tentang masalah hak dan kewajibannya sudah diatur dalam untea dahulu
TNI : Sudah di jelaskan
permasalahan mengenai status dan kondisi ekonomi papua tambah baik sekarang
jikalau para separatis opm tidak mengganggu keamanan dan ketertiban
OPM : kebohongan yang dilakukan oleh indonesia sangat banyak sehingga
banyak yang mengganggap kami ini sebagai separatis mana ada separatis di dalam
daerah sendiri justru tni itu yang separatis
PBB : yang terpenting adalah bagaimana menggembangkan daerah papua
menjadi daerah maju dan dapat bersaing dengan daerah lain sehingga kembangkanlah
kerjasama antar semua elemen baik indonesia maupun opm
TNI : kami tidak akan memusuhi jikalau mereka mau untuk berkompromi
dan bekerjasama dengan baik dan mau menyerahkan senjata buat keadaan yang
kondusif dan steril.
OPM : kami ini flexibel jikalau
kita mendapatkan apa yang kami minta kami akan mau dan berusaha untuk
mengembangkan daerah kami.
PBB : kalo perlu kita adakan
mediasi antara pihak Indonesia dan OPN sehingga terjadi nota kesepahaman
sehingga papua dapat berkembang menjadi suatu daerah yang potensial dan diakui
dikalangan dunia.
TNI : itulah yang kami tekankan
guna mewujudkan kemerdekaan yang sejati ditanah papua tanpa ada
tindakan-tindakan kekerasan sehingga papua akan menjadi papu yang sejahtera.
OPM : sebenarnya kami itu tidak
menginginkan kekerasan di tanah papua, hanya saja kami tidak terima atas
perilaku atau tindakan atas yang dilakukan oleh pihak indonesia (tni) terhadap
masyarakat sipil di papua (diskriminasi).
PBB : sekarang kita ambil
tengahnya bagaimana kita mensinergikan antara tujuan OPM dan TNI untuk
mengembangkan Papua.
Tni : setuju.....
OPM : Setuju....
PBB : baik kita tarik sekarang
kesimpulan kalian, kita akan melakukan pembagian job yang akan kita fasilitasi
selaku dewan kebangsaan tertinggi di dunia.
TNI : asalkan sesuia dengan
tupoksi (tugas pokok dan fungsi) dari konstitusi.
OPM : saya sepakat kalo itu
kepentingan masyarakat asli papua itu sendiri bukan dari kalangan tertentu dari
bangsa indonesia.
PBB : baik, untuk masalah
penempatan posisi kami selaku mediator akan menempatkan posisi baik dari
indonesia maupun dari OPM secara adil dan merata .
TNI : kami sepakat memang itu
yang kami inginkan.
OPM : kami juga sepakat karna
itu yang kami cari.
PBB : terimakasih atas kerja
samanya permasalahan ini sudah kami sepakati bahwa pembagian posisi akan kami
lakukan dengan seadil-adilnya, partisipasi dan dukungan penuh sangat kami harapkan
dari kedua belah pihak.
Analisis terhadap proses
mediasi diatas
Dari paparan diatas proses
mediasi yang berjalan dengan damai dan sedikit alot maka saya dapat
menganalisis tentang beberapa hal sebagai berikut :
Ø
PBB merupakan mediator perannya disini sangat efektif dan
mendukung terciptannya sarana pengembangan pertumbuhan ekonomi dan sosial
dikalangan warga Papua karena dapat menggabungkan dua kubu yang bertolak
belakang dari segi pemahaman sehingga terciptanya sinerjitas yang berguna untuk
kesejahteraan Papua yang mendatang.
Ø
TNI sebagai tim satu dari indonesia peran tgasnya dalam menjaga
kedaulatan NKRI sangatlah amat berat mulai dari memperkuat fisik, mental dan
sikologi sehingga dapat mengatasi segala bentuk ancaman yang terjadi buat NKRI
dan tidak ada tawar menawar lagi , tetapi TNI flexsibel dalam misi pengembangan
Papua kedepan sehingga mau berkoordinasi dengan OPM guna kesejahteraan Papua.
Ø
OPM sebagai tim dua untuk kemerdekaan Papua segala bentuk
rintangan kami sudah siap untuk menghadapi demi kemerdekaan sejati sehingga
pola-pola bentuk koordinasi awal mulanya kami tidak sepakat. Setelah
mendapatkan jaminan dari PBB kami siap mengawal dan bersama dengan papua yang
lain membangun papua yang sejahtera sehingga langkah koordinasi dengan aparatur
TNI.
Komentar
Posting Komentar